Rabu, 27 Mei 2009

RUMAH TANPA TV

Ketika aku dengan teman melakukan "homevisit" ke orang tua siswa, selalu keluhan ketergantungan anak terhadap TV menjadi curhat yang tak pernah ketinggalan. Apalagi yang dilihat tidak membawa kontribusi terhadap perkembangan diri anak. Seolah orang tua tak berdaya ketika menegur anak agar tidak terlalu banyak waktunya di depan TV.

Namun, walau barangkali ada yang tidak setuju, aku punya solusi yang pasti sangat kontroversi. Selama 17 tahun rumahku tanpa televisi. Bagaimana mungkin? Mungkin saja. Dan kami tidak punya masalah dengan anak yang kecanduan TV. Tapi anak juga gak "nonggo" juga.

Tentu semua tidak berjalan apa adanya. SEmua "by disign". Degan tidak ada TV, sejak bayi kami memfasilitasi dengan buku, dan sejak trend komputer juga komputer. Menurutku, ketika anak sejak terlahir tidak melihat TV di rumahnya, itu bukan masalah, biasa2 saja.

Bukan berarti kami anti TV, tidak. Tapi kami merasa jika memang tanpa TV bisa, mengapa tidak?

BERSEPEDA, MENGAPA TIDAK?

Ketika murid2ku yang masih lugu, bertanya kepadaku " Mengapa di zaman begini ustadzah masih aja bersepeda?". Pertanyaan itu sudah terlontar berkali-kali dengan anak yang berbeda.

Kemudian aku jawab, "Kenapa dengan bersepeda, sayang? Kalau cukup dengan bersepeda kenapa pakai yang lain?Bukankah dengan bersepeda kita jadi sehat, hemat dan latihan untuk sabar." Namun aku yakin anak-anak belum puas dengan jawabanku. Tapi bagi saya jawaban itu sudah cukup untuk melatih sederhana dalam berfikir. Karena selama ini kita seolah dipaksa ikut2an keadaan, padahal kadang gak memerlukan. Demikian juga dengan anak-anak, yang kadang-kadang "dipaksa" mengikuti kemauan yang bukan kemauannya.

Barangkali cara berfikir kayak gini aneh, tapi sebenarnya sagat mendasar. Kebanyakan dari kita kadang-kadang gak berani tampil sebagaimana sesuai dengan impian kita sendiri, tampil dengan apa adanya, tidak penuh polesan-polesan kamuflase.

Kebaikan yang (mestinya) tak terbatas

"Barang siapa berbuat kebaikan mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya. Dan barang siapa berbuat kejahatan dbalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikitpun tidak dirugikan (dizalimi)" (QS. Al-An'am 160)

MENGAPA KADANG KITA MASIH ENGGAN MELAKUKAN KEBAIKAN?